Merawat Kebinekaan Bangsa Melalui Literasi Digital

     Perlu kalian ketahui, pengguna internet hadir dengan berbagai macam latar belakang agama, suku, dan budaya. Penggunanya bukan hanya lintas provinsi, bahkan lintas negara. Karenanya, kalian perlu memperhatikan keragaman pengguna internet tersebut. Hindari menulis dan memublikasikan konten yang bisa menimbulkan kegaduhan dan pertikaian.

     jumlah pengguna internet diberbagai negara terus bertambah, tak terkecuali di Indonesia. Artinya, internet seperti dunia baru. pengguna internet di Indonesia termasuk sepuluh besar di dunia, baik dari segi jumlah pengguna maupun rata-rata lama menggunakan internet dalam sehari. 

     Berdasarkan riset platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020", sebagaimana di kutip oleh kumparan, menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 175.4 juta orang atau sekitar 64% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara, jumlah pengguna medis sosial sebanyak 160 juta orang atau setara dengan 59% jumlah penduduk Indonesia. 

     Menurut data riset yang sama, rata-rata pengguna internet di Indonesia berselancar di dunia maya selama 7 jam 59 menit dalam sehari. Rasio ini melampaui angka rata-rata global penggunaan internet dalam sehari yang berkisar 6 jam 43 menit. 

     Dari data di atas, kalian bisa bayangkan dunia maya menjadi dunia baru yang di gandrungi masyarakat Indonesia. melalui dunia maya yang tak bersepakat, setiap orang bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan siapapun. Beragam informasi pun bisa dengan mudahnya diproduksi atau dikonsumsi. 

     Masalahnya, ketika konten informasi yang tersebar di dunia maya bermuatan negatif. Misalnya, ujaran kebencian, informasi bohong untuk memfitnah, dan konten negatif lainnya. Maka, hal ini sangat berbahaya dan mengancam kerukunan dalam kebinekaan. Nilai luhur bangsa Indonesia yang terbiasa hidup rukun dalam kebinekaan bisa terkikis. 

     Karna itulah, penting sekali memberikan literasi digital bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi milenial sebagai digital negative (generasi yang ketika lahir, teknologi informasi sudah mengitarinya). 

Menurut David Bawden, dalam information and digital literacies; a review of concepts, literasi digital meliputi beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan membangun informasi dari berbagai sumber terpercaya. 

2. Kemampuan menyajikan dan memahami informasi dengan verifikasi validitas dan kelengkapan sumber dari internet. 

3 Kemampuan membaca dan memahami materi informasi yang tidak berurutan (non sequential) dan dinamis. 

4. Kemampuan menghubungkan informasi dalam media konvensional (koran) dengan media berjaringan (internet). 

5. Kemampuan melakukan saringan terhadap informasi yang diperoleh. 

6. Kemampuan mengomunikasikan dan memublikasikan informasi. 

     Memberikan pendidikan literasi digital bisa dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu melalui pendekatan formal di sekolah dan pendekatan non formal di masyarakat. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, terdapat kompetensi membaca, menyimak, menukis, dan berkomunikasi. 

     Maka, proses pembelajaran membaca, menyimak, menulis, dan berkomunikasi bisa dilakukan melalui media informasi digital, seperti blog, website dan media sosial. 

     Berita bohong bisa diidentifikasi dari beberapa ciri berikut:

Pertama, judul umumnya provokatif. 

Kedua, nama dan situs media tidak jelas. 

Ketiga, nama penulis berita tidak ada. 

Keempat, foto hasil editan. 

     Pendekatan non formal bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pembina di masyarakat, seperti kegiatan keagamaa, karang taruna, dan lainnya. 

Komentar